Sunday, October 25, 2015

Field Trip: Ada Apa Dengan Sampang?



Ada apa dengan Sampang?
Sampang adalah tempat kantor suami kerja dulu sebelum menikah
Sampang adalah tempat kami bolak balik pergi ngepantai
Sampang adalah tempat yang makanannya nyantol di lidahku
Sampang menyimpan kenangan merah jambuku, qiqiqiqi
*Lha ini mau cerita malah nostalgia yak, maapkeun pemirsah, kebawa suasana.:D*

Kemarin, waktu mau ke Pantai Lombang, kami mampir makan siang di Kaldu Kokot Pak Ghozali, rasanya gimana? Alhamdulillaah, endheesss. Enak bener disantap saat masih hangat. Sup iganya juga enak, dagingnya empuukk bingit, bisalah diulangi lagi klu pas main ke Sampang.


Nah pas meneruskan perjalanan, aku sekilas membaca bakalan ada pacuan kuda, di hari Minggu, tepat saat kami mo balik ke Surabaya. Tapi ga sempat kebaca tempat dan lokasinya. Jadilah sekedar angin lalu, sampai pas kami balik, melewati sebuah lapangan, tampak keramaian di tengah lapangan. Karena ga kelihatan adanya bianglala dan aneka permainan khas pasar malem seperti biasanya, maka kamipun mendadak kemal. Langsung deh melipir, nanya ke Bapak-Bapak yang lagi ngumpul di pinggir jalan. Daaan, ternyata itu adalah acara pacuan kuda!

Langsung rapat kilat ama suami deh, mampir ga ya? Secara seumur-umur belum pernah yang namanya lihat pacuan kuda secara langsung. Yowislah, daripada nyesel, dan mumpung pas ketemu, akhirnya kami berbelok, mampir buat melihat seperti apa keseruan pacuan kuda itu. Lokasi lapangan ini sangat eksotis, karena berada persis di pinggir Selat Madura. Panas terik menyengat, tapi tak terlalu terasa karena semilir angin pantai yang berhembus. Setelah parkir di tempat yang aman *di belakang barisan penonton*, buka sedikit ke-empat jendela mobil, matikan mesin. Anak lanang yang lagi pules di jok belakangpun seakan tak terusik dengan perubahan suhu di dalam mobil, tetep aja asyik dibuai mimpi.



Suami yang pertama turun, bawa kamera dan lensa tele, mau mengabadikan moment langka ini, sementara awalnya aku ga tertarik bergabung bersama riuhnya penonton. Tapi lama-lama tergoda juga untuk melihat langsung, rugi juga rasanya udah jauh-jauh ke sini cuma ndekem di dalam mobil, ga seru. Akhirnya aku menyerah pada keinginan buat turun, bergabung dengan para penonton yang mayoritas kaum Adam.

Setiap sesi pacuan, ada 2 kuda yang berlomba, nah jarak per sesi ini lumayan agak lama, 5 menit lebihlah, dan saat mengisi waktu tunggu ini, komentator pacuan kuda *eh apa namanya ya, aku ga tau* bersemangat sekali merangkai kata, yang tak satupun aku pahami, karena menggunakan Bahasa Madura dengan pengucapan secepat jet. Aku hanya terdiam sambil nyengir fokus puluhan meter di depan sana, berusaha ngelihatin yang mana kudanya, qiqiqiqi. Sampai satu saat, aku merasa semua mata memandangku, aku kembali memijak bumi. Berusaha membuka telinga lebar-lebar, ada apa gerangan, mengapa fokusnya jadi kepadaku, bukan kepada kuda pacu.

Garis start dari kejauhan


Dengan wajah innocent terbaikku, aku berusaha nanya ke orang-orang di sampingku, ada apa? Kenapa semua melihatku? Sementara dari kejauhan kudengar beberapa penggal kata pak komentator "bu haji, jilbab panjang, pakai kacamata dan topi", hah, itukan aku, kenapa pula disebut-sebut, apakah aku salah? Terlalu mencolok? Atau kenapa? :D

Yihaaaa...

Persaingan ketat
Ternyata oohh ternyata, katanya aku wanita pemberani, ada di barisan depan melihat pacuan kuda. Aku disuruh mundur karena takut nanti keterjang kuda yang berlari kencang. Qiqiqiiq, aku ga terima dunk, hawong kanan kiriku ada banyak orang, ada beberapa wanita juga kok, kenapa cuma aku yang disuruh mundur coba? Eh, tapi akhirnya aku mengalah, mundur aja udaaaahh, bertamu di tanah orang musti jaga ucapan dan attitude. Suamiku yang berada di jarak beberapa meter dariku hanya ketawa, semprul..!! :P

Akhirnya aku balik ke mobil aja, daripada jadi pusat perhatian bak artis ibu kota. Tak berapa lama, si anak shalih bangun juga, dan mau ikut gabung lihat pacuan kuda. Sementara aku seneng banget, ketemu sama seorang ibu-ibu yang lagi ngadhem, duduk bersandar di samping mobil, berusaha berlindung dari teriknya mentari.

Kami berbincang santai, bersyukur ada Bahasa Indonesia, coba kalau endak, mungkin kami udah bicara pakai bahasa tarzan. Dan perbicangan itu membuatku kagum. Di usianya yang hanya beberapa tahun di atasku, pokoknya kelahiran 80-an. Ma syaa Allaah, bener-bener dibuat bengong aku. Dia sudah melewati 3 pernikahan dan sudah punya cucu! *speechless*. Dia menikah hanya beberapa bulan selepas lulus SD. Wow, kalau itu di era kakek nenekku, aku ga kaget, karena jaman dahulu memang seperti itu adanya. Tapi saat hal itu terjadi di jamanku, jujur aja aku shock. Lulus SD sudah menikah, padahal, aku lulus SD dulu aja belum akil baligh lho, belum dapat mens pertama. Subhanallaah..

Aku dengan anakku, dia dengan cucunya :D


Selesai berbagi cerita, lebih tepatnya wawancara si Ibu, kamipun berpamitan dan kembali melanjutkan perjalanan balik. Dan baru berjalan beberapa kilometer, kami nyangkut lagi di Pantai Camplong, qiqiqiqi, banyak bener sangkutannya. Di blogku ini sudah buanyak banget cerita di Camplong, bisa dibaca di: satu, dua, tiga. *banyak kan? :D ini baru yang aku tulis di blog, belum yang ga kutulis, qiqiqiqi*





Selesai bermain air sudah menjelang Maghrib, lalu bersih-bersih badan, lanjut nyari makan malam, sebelum si anak ganteng yang energinya sudah terkuras habis keburu merem. Dan lagi-lagi, lidahku tertambat di Sate Bumbu deket Masjid Agung Sampang. Rasanya beneran enaaaaakkkk, nyaaaammm.


Alhamdulillaah, setelah perut kenyang, kamipun melanjutkan perjalanan yang tertunda ini dan itu. Liburan di Madura kali ini, so special, makasih buat Papap tercintah, selalu membuat kami tersenyum bahagia. Love you..!! :*

0 komentar: