Friday, February 22, 2008

Monalisa: Lazy Time

Kura kuraku yang super duper aneh binti ajaib itu selalu punya gaya bermalas malasan yang orisinil, liat aja nih pose posenya saat malas malasan :P

Monday, February 11, 2008

Keyza Rayyan Kamil, anakku..


Kehamilanku sudah menginjak bulan kedua, kondisiku masih sama kayak kmaren kmaren, full bed rest, krn klu kecapekan dikit aja pasti nge-vlek :( Seperti pada umumnya bumil lain, aku suka ngidam juga walopun gak aneh aneh sih, paling cuma cumi-cumi, mpek-mpek, buah jeruk, steak, kebab, dan beberapa makanan lain yang nyarinya gak nyusahin si papah ganteng :D Selain itu perutku juga masih gak bsa terima nasi yang diangetin, sayur yang diangetin dan makanan lain yang gak fresh from the oven :P Ama yang namanya asap knalpot (motor n mobil), bau papah klu pulang kantor n lom mandi, bau gule kambing, sate, apa lagi yang namanya bakso, wuekkk... bsa keluar smua isi perutku.

Jadwal konsul ke dokter juga rutin aku lakukan, setiap dua minggu sekali aku periksakan si dedek, obat dan vitamin yang dikasih bu dokter juga gak pernah absen kuminum, padal biasanya aku paling ogah disuruh minum obat, tapi ini kan demi dedek, jadi apapun akan aku lakukan untuk kebaikannya.

Hingga waktu konsul ke berapa ya..?? yang jelas tgl.6 Feb 2008, seperti biasa, dengan perasaan ringan tapi juga sedikit was was akan hasil periksa, kami berdua berangkat ke tempat praktek dr.Maya di Jl. Cimanuk 8 di RSB. Sayang Ibu, setelah nunggu antrian akhirnya masuk juga kami ke ruangan dokter berjilbab yang cantik ini.

Aku lalu di USG, tapi karena usia kandunganku masih di bawah 3 bulan jadinya pake USG bawah supaya lebih jelas mengamati perkembangan si kecil di rahimku. Beberapa saat kemudian muncullah si dedek di monitor, sepintas menurutku gak ada kelainan, wajar wajar saja, tapi ternyata, ukuran si dedek menyusut hingga setengah dari hasil USG dua minggu yang lalu, dengan kata lain, janinku gak berkembang, malahan sudah susut :((

Rasanya masih gak percaya, sama seperti rasa gak percayaku waktu dinyatakan sudah positif hamil 5 minggu akhir Desember silam. Kupegang dan kuremas erat tangak suamiku yang berdiri di sebelahku, rasanya setengah nyawaku hilang, otakku gak berfungsi, sampe sampe gak tau harus ngomong apa, gak ngerti harus bagaimana. Berulang kali dokterku bilang, ini adalah seleksi alam, klu janin bagus pasti akan terus tumbuh besar dan berkembang dengan baik. Sebaliknya klu janin gak bagus, yaa tubuh ibu akan otomatis mengeluarkannya.

Tertatih aku melangkah ke kursi konsul. Aku speechless saat dokter bilang, janinnya harus dikuret, klu gak segera dikuret kasian ibunya, bsa pendarahan hebat. Dokter bilang silakan disiapkan mentalnya, tapi secepatnya harus dikuret. Saat kesadaran mulai merayapi ragaku, aku bertanya, apakah gak bsa diselamatkan janinku ini?? katanya gak bsa, ini sudah menyusut 50% dan itu sama sekali tidak bagus, janinnya gak berkembang, dan bla.. bla.. bla.. aku mulai gak konsen.

Kamipun undur diri, sepanjang jalan, aku hanya menatap kosong ke jalanan, sementara air mataku merembes, menganak sungai gak bsa dikontrol lagi, kuelus2 perutku, aku ajak ngobrol anakku, kutanyakan, apakah dia benar2 harus keluar dari rahimku secepat ini..?? Tangisku meledak.. tak kuhiraukan sekelilingku, padahal kutahu suamiku yang sedang menyetir di sampingku juga menitikkan air mata. Bagaimanapun dia adalah anak pertama kami.

Berhari hari sesudahnya aku selalu menangis dan menangis, mataku bengkak, hidung merah, benar benar mengenaskan tampilanku, setiap ingat anakku mengalir lagi air mataku, butuh hampir seminggu untuk menguatkan hatiku menjalani "curratage" alias kuret. Tgl.11 Feb 2008, pukul 12 siang aku disuruh minum 2 buah obat (katanya sih obat untuk membuka mulut rahim dan melunakkannya, spy saat dikuret tidak sakit), hampir saja aku buang obat itu klu gak ditahan ama suamiku, dalam pelukannya aku kembali terisak, menanyakan apakah yang akan kulakukan ini adalah kebenaran? apakah kehamilanku yang pertama harus berakhir seperti ini, dan pertanyaan pertanyaan lain, suamiku berujar supaya aku sabar, ini juga demi kebaikan semuanya, klupun dipertahankan, kasihan dedek, kasihan aku, ini adalah kehendak Allah, dan dedek pasti lebih bahagia di sisiNya.

Dengan menangis pilu kutelan obat itu, ingin rasanya aku berteriak, aku tidak mau minum obat itu, aku gak rela anakku pergi dari rahimku, tapi aku kembali istighfar, aku harus kuat, aku harus bisa, aku pasti mampu menjalani semua ini. Sore hari ketika aku mandi (skitar jam 4 sore), aku melihat lelehan darah keluar dari jalan lahir, aku kembali terisak, aku merasa seperti membunuh anakku sendiri dengan meminum obat itu.

Di kamar aku kembali tersungkur dalam tangisan, aku gentar menghadapi prosesi yang akan segera aku jalani. Untung di rumahku ada ibuku, budhe, dan bulik, mereka memelukku bergantian, menguatkan hatiku, menegarkan aku, mengatakan bahwa apa yang kulakukan adalah yang terbaik, bahwa ini adalah skenario terbaik Allah, bahwa pasti aku akan mendapat ganti yang lebih baik, bahwa semua pasti ada hikmahnya, bahwa anakku kelak akan menungguku di surga, menjadi penyelemat kami orang tuanya, dan seterusnya..

Akhirnya datang juga waktu yang telah ditentukan, berbekal ketegaran yang kupertahankan mati matian, menjelang Maghrib, aku dan keluargaku berangkat ke RSB. Sayang Ibu. Begitu duduk di ruang tunggu rasa pegal merayapi pinggangku, perutku mulas gak karuan, rasanya tulang belulangku ini copot smua dari engselnya (kata ibuku itu seperti rasanya mo melahirkan), tak lama setelah itu segera aku disuruh berbaring di meja bersalin, saat itu dengan ditunggui suamiku, aku berkata pada suster, untuk sebisanya mempertahankan bentuk asli anakku, karena kami akan membawa raganya pulang untuk kami makamkan di depan rumah kami (suster mengiyakan permintaan kami). Skitar pk.20.30 malam aku diberi pernafasan bantuan dengan oksigen lalu mulai dibius, dan.. ketika aku sadar jam dinding sudah menunjukkan pk.23.00, anakku telah dikeluarkan dari rahimku. Dengan ketegaran yang tersisa kutengok anakku, ya Allah, dia sudah tak berbentuk, hanya berupa gumpalan (seperti daging / darah matang) dan lemak (mungkin itu plasenta), di usianya yang baru 2,5 bulan, dia telah pergi selamanya dari hidupku, hidup kami.

Anakku, akhirnya bunda bsa merelakanmu pergi Nak.. Sekuat apapun bunda berusaha, kamu telah ditakdirkan tenang di sisiNya, bunda dan papamu sangat menyayangimu Nak.. kami mencintaimu.. dan demi wujud kasih sayang padamu duhai buah cinta kami, kusematkan nama indah untukmu, anak pertama kami, "Keyza Rayyan Kamil"..

Tunggulah kami di surga Allah yang indah ya Nak.. amiin..