Tuesday, December 25, 2012

Field Trip: Kuil Sam Poo Kong (Gedung Batu)



Liburan kali ini bener-bener very long holiday buat keluarga kami. Pasalnya, misua ambil cuti, jadi kami bisa menikmati liburan super duper panjang, dari sebelum Natal sampai setelah Tahun Baru 2013, mantabs!! :) Trus, mau kemana saja? Yang jelas, setor muka ke ortu di Blora, trus nengokin adek di Semarang, bablas tahun baruan di Ngawi. Hehehe roadshow abiiss :)

Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan kurleb 3 jam dari rumah ortu di Blora, sampai juga kami di daerah Gunung Pati, Semarang, tempat tinggal adekku. Karena sudah lepas Maghrib, jadinya kami habiskan malam di rumah saja, makan bekal dari rumah, lanjut ngegame Need For Speed Underground 2, hahahhaa, itu mah si thole yaa, klu aku mending selonjoran nyantai aja sambil ngobrol.

Pagi harinya, rencana ingin ke Pantai Marina. Apalah daya, matahari enggan muncul sampai sekitar jam 7 pagi. Yowis, akhirnya jalan-jalan aja di sekitar perumahan aja. Kebetulan viewnya membuat mata segerrr, ga kalah deh dengan pantai *mekso*. Setelah makan lontong sayur, mandi, beberes, capcus ke next destination saja, yaitu Kuil Sam Poo Kong (Gedung Batu). :)


Lokasi Kuil ini ada di Jl. Simongan 129 (kurleb 2km ke arah barat daya dari Tugu Muda). Tiket masuknya IDR.3.000 per orang, parkir mobil IDR.3.000, tiket ziarah Sam Poo Kong (untuk beribadah) IDR.20.000, sedangkan kalau ingin berfoto dengan kostum yang telah disediakan (dirias dengan make up dan baju khas Tiongkok seperti di film2 gitu lhoo) IDR.80.000 per orang. Dibuka untuk umum setiap saat selama 24 jam nonstop.

Berikut cerita singkat tentang Kuil Sam Poo Kong, dikutip dari beberapa sumber, selamat menikmati :)


Klenteng Sam Poo Kong/ Gedong Batu merupakan tempat peribadatan umat Tri Darma terbesar di Semarang. Ada yang mengatakan nama ini dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah gua batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sebenarnya asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai.


Keberadaan klenteng ini tak bisa dipisahkan dari kisah pelayaran kolosal admiral Cina muslim bernama Laksmana Cheng Ho (Sam Poo Tay Djien/ Zheng He) di awal abad ke-15. Berbeda dengan Bangsa Eropa yang membawa misi 3G (Gold, Glory, Gospel) dalam tiap pelayarannya, misi yang diemban oleh Laksmana Cheng Ho hanyalah misi damai dan berdiplomasi dengan kerajaan-kerajaan yang dikunjunginya. Ketika armada Cheng Ho berlayar ke Nusantara untuk kesekian kalinya, Wang Jinghong yang merupakan orang kedua dalam armada itu mendadak sakit keras sehingga Cheng Ho memutuskan untuk membuang sauh di Simongan yang kala itu masih berupa pantai. Gua batu yang ditemukan oleh Cheng Ho kemudian digunakan sebagai tempat beristirahat Wang Jinghong dan sepuluh anak buahnya, sedangkan Cheng Ho kembali melanjutkan perjalanan ke barat.

Wang Jinghong dan anak buahnya kemudian menikahi wanita lokal serta memutuskan untuk tinggal di Simongan. Lambat laun Simongan berubah menjadi tempat yang maju karena aktivitas perdangan dan pertanian. Warga Tionghoa yang berdatangan ke Semarang pun bermukim dan bercocok tanam di sana. Guna mengenang serta menghormati Laksmana Cheng Ho, Wang Jinghong mendirikan patung Cheng Ho di dalam gua. 



Setelah ratusan tahun berlalu, pada bulan Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan kuil sebagai ungkapan terima kasih kepada Cheng Ho. Dua puluh tahun sebelumnya diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Poo runtuh disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan didalamnya ditempatkan patung Sam Poo dengan empat anak buahnya yang didatangkan dari Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan emperan di depan gua.

Perayaan tahunan peringatan pendaratan Cheng Ho merupakan salah satu agenda utama di kota Semarang. Perayaan dimulai dengan upacara agama di kuil Tay Kak Sie, di Gang Lombok. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan patung Sam Poo Kong di kuil Tay Kak Sie ke Gedong Batu. Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan patung Sam Poo Kong yang asli di Gedong Batu.


Tradisi unik ini bermula sejak pertengahan kedua abad ke-19. Pada masa itu, kawasan Simongan dikuasai oleh seorang tuan tanah Yahudi yang tamak, bernama Johanes. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam Poo Kong diharuskan membayar sejumlah uang yang harganya sangat mahal. Karena kebanyakan peziarah tidak mampu membayarnya, kegiatan pemujaan kemudian dialihkan ke kuil Tay Kak Sie. Sebuah replika patung Sam Poo Kong kemudian dibuat dan diletakkan di dalam kuil Tay Kak Sie. Setiap tanggal 29 atau 30 bulan keenam menurut penanggalan Imlek Cina, patung duplikat tersebut diarak dari Tay Kak Sie ke Gedong Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut mendapat berkah dari patung asli yang berada di dalam kuil Gedong Batu.

Pada tahun 1879 atau tahun kelima Guang Xu, kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan ayah dari Oei Tiong Ham, penderma yang juga dikenal sebagai "Raja Gula" Indonesia. Sejak saat itu, para peziarah dapat bersembahyang di kuil Gedong Batu tanpa dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam Poo Kong setempat. Pawai Sam Poo Kong itu dihidupkan kembali pada tahun 1937 dan terus menjadi daya tarik hingga sekarang.



Selain sebagai tempat peribadatan, saat ini Klenteng Sam Poo Kong juga menjadi salah satu wisata religi yang diunggulkan di Semarang. Kompleks Klenteng Agung Sam Poo Kong terbagi menjadi dua bagian, yaitu plaza utama dan bangunan klenteng. Pengunjung yang tidak memiliki kepentingan hanya boleh masuk ke plaza utama, tempat di mana berdiri patung Laksmana Cheng Ho setinggi 10,7 m. Patung berbahan dasar perunggu yang dibuat di Cina ini merupakan patung tertinggi di Asia Tenggara. Di sebelah selatan terdapat gerbang raksasa berwarna merah menyala yang membuat kita serasa berada di Negeri Cina. Di balik pagar besi terdapat bangunan klenteng yang hanya boleh dimasuki oleh pengunjung yang hendak berdoa/ ingin membaca peruntungan yang dikenal dengan istilah ciamsi/ mau berfoto dengan menyewa kostum yang dapat disewa. 

Kompleks klenteng dengan atap bertingkat dihiasi ratusan lampion. Ukiran naga dan huruf Cina berwarna emas menghiasi pilar-pilar merah. Sebuah bedug berwarna merah terlihat di klenteng utama. Di kompleks ini terdapat 4 klenteng yang bernama Klenteng Dewi Laut, Dewa Bumi, Kyai Juru Mudi, dan Klenteng Sam Poo Kong. Sedangkan di bagian bawah yang agak tersembunyi terdapat petilasan Kyai Jangkar, Kyai Tumpeng, dan Kyai Tjundrik Bumi. Di belakang altar utama, terdapat relief yang menggambarkan tentang kisah pelayaran Cheng Ho, lengkap dengan keterangan dalam 3 bahasa.


Di klenteng utama, seorang juru ramal atau yang disebut biokong akan meminta hio untuk dinyalakan, kemudian meletakkannya di atas hiolo besar. Gua batu di balik relief digunakan sebagai tempat berdoa. Gua yang memiliki mata air yang tak pernah kering ini dipercaya sebagai petilasan yang pernah ditinggali Cheng Ho. Prosesi ciamsi diawali dengan melakukan po pwe atau melempar dua tongkat kayu dan melihat sisi yang muncul, ritual itu dilakukan secara berulang-ulang. Selanjutnya biokong mengambil batangan bambu berisikan angka di wadah dengan cara mengocoknya. Melihat angka yang tertera di batangan bambu, lalu menyebutkan apa hasilnya.

0 komentar: