Thursday, March 31, 2016

Field Trip: Kawah Ijen (Ijen Crater), Banyuwangi - Bondowoso



Setelah "menggosongkan diri" di Red Island, mari lanjutkan perjalanan ke arah utara. Yap, saatnya menikmati keindahan ciptaanNya, yaitu Kawah Ijen. Ketika jalanan mulai menanjak, adrenalinpun ikut melonjak. Bagaimana tidak, malam sudah turun dan jalanan nyaris tak ada penerangan apapun kecuali sorot lampu mobil, jalanan sempit dan berkelok-kelok tajam, udah gitu, ga ada marka jalan yang bisa membantu menjelaskan, medan macam apa yang sedang dihadapi, qiqiqi, intinyamah, supirnya kudu supir pro yaa, demi keselamatan semuanya. Sepanjang jalan isinya berdzikir, ngeri ngeri sedaaapp, sayangnya mas VaRo udah terlelap di jok tengah, jadi ga ikut menikmati rasa deg-deg-serrnya. :D

Berhubung baru pertama kali, tak satupun dari kami di mobil yang tau, seberapa jauh dan seberapa lama lagi akan sampai di penginapan. Berasa ga ada habisnya. Udah masuk pos penjagaan, tengok kanan kiri, ada tulisan Ijen, eeehh lha kok masih terus aja yang di depan. Beberapa kali masuk dan keluar pos penjagaan, belum juga ada tanda-tanda akan berhenti. Habis melewati daerah ramai, sepiiiii, ramai, sepiiii, masih jalan terus aja. Sampai pada akhirnya kami masuk ke kawasan Arabica Home Stay, milik PTPN XIX di daerah Jampit, Bondowoso. Alhamdulillaah, akhirnya sampai juga. Setelah mendapat kunci kamar, langsung mindahin anak lanang, dan ngebantuin misua nurunin barang-barang. Kelar bersih-bersih badan dan menunaikan kewajiban, langsung aja nyungsep, sembunyi dan berlindung di balik selimut tebal, dingiiiiiiiinnnnnn beeeuuuudddddd, brbrbrbrbrbbrbr. :)

Oya bagi kalian yang ingin menginap di Arabica Home Stay, bisa reservasi di kontak ini yaa:
Phone: 0852.5959.5955
Email: arabica.homestay@gmail.com




Keesokan harinya barulah terlihat dengan jelas, Allaahu Akbar!!! Ternyata alam sekitar begituuu indahnya, sejuk sekali di mata dan damainya sampai ke hati. Udaranya segeeeerrr, ma syaa Allaah, enak bener pokoknya. Sarapan pagi nasgor-nya bikin lidah bersyukur. Dan di resto ini, untuk pertamakalinya juga, aku kenalan sama yang namanya Kacang Makadamia. Beneran bikin tersepona ini kacang, perjuangannya untuk bisa "ngemplok" ituloh, butuh tenaga bingit. Kalau di resto siy ada alatnya, tapi klu di rumah, ya musti kreatif, dengan menggunakan palu, qiqiqiqi. Setelah pada kenyang dan puas pepotoan ples buka-buka hadiah bagi para anak, segera deh, gerak cepat memasukkan lagi barang-barang ke dalam mobil. Karena kami harus segera check out dan mendaki ke Kawah Ijen, uyeeee.

Kacang Makadamia

With alat pemecah kacang makadamia

Dan lagi, kami melalui jalanan yang semalem sukses membuat tanda tanya besar di kepala. Ternyataaa, Allaahu Akbar!! Indah bener deh, sampai speechless. Kebun kopi berderet-deret, perumahan pegawai PTPN XIX yang asri, hutan pinus, dll. Sesampainya di Pos Paltuding, kami memarkir mobil dan segera bersiap untuk mendaki, bawa bawaan secukupnya, sweater untuk menghangatkan badan, sendal gunung/ sepatu yang nyaman, dan jangan lupa, tripod buat tongkat, qiqiqiqi. *NB: bagi  yang mau ke toilet, sebaiknya lakukan di Pos Paltuding, karena saat cerita ini di-posting, tidak ada toilet di sepanjang jalur pendakian, di kantin dekat Pondok Bundar juga tidak tersedia toilet yang memadai, apalagi untuk perempuan*.

Gerbang Jalur Pendakian Ijen

Bismillaah, mulailah kami mendaki Gunung Ijen, gunung berapi setinggi 2443 mdpl, yang tetanggaan sama Gunung Merapi, yang terletak di perbatasan Banyuwangi - Bondowoso. Jalur pendakian cukup nyaman dan luas untuk berjalan, karena jalanan itu ga hanya dilewati pendaki, namun juga hilir mudik penambang belerang lengkap dengan kereta dorongnya. Pssst, bapak-bapak penambang ini, meskipun bawaannya berat, bermandikan keringat, terlihat lelah, tapi ramahnya luar biasa, sapalah, atau belilah souvenir dari belerang yang dibawanya. Beberapa meter pertama masih ringan aja, yaa seperti jalan di mall, selanjutnya? Ma syaa Allaah, geraahh panaass *lepas sweater*. Ratusan meter berikutnya? Mulai deh, penyakit lama kambuh semua, kemiringan 25-35 derajat membuat engsel lutut dan kaki berderak-derak, nafas Senin-Kamis, pokoknya pingin "ndlosor" aja bawaannya. Jarak 3 km untuk mencapai puncak berasa 3 mil, qiqiqi.

Penampakan di jalur pendakian

Hebatnya, mas VaRo kuat aja tuh mendaki sendiri, beberapa kali terbantu oleh tongkat bikinan Bapaknya, dari batang tumbuhan yang banyak di kanan kiri jalur pendakian. Gimana dengan Bapaknya? Waaahh klu buat dia maah, ini keciiilll, hawong dia anak gunung, sudah biasa naik turun gunung. Jadi, fix, cuma emaknya yang body priyayi, yang memperlambat pendakian karena musti sering berhenti, karena detak jantung udah terdengar berdentum di kepala *payah puooolll, haha*. Eh, belakangan baru kutahu dari salah seorang teman, klu mau ga terlalu berasa capek, mendakilah dengan cara mundur, tentunya dengan bantuan tongkat dan dipandu, supaya ga nyusruk. Well noted, entah kapan mau aku praktekkan, karena ngebayangin aja udah lemes duluan, semangatku keburu terbang ke Galaksi Andromeda. :D

Yang terlihat orange di belakang itu Pondok Bunder

Setelah mendaki sekitar 2 jam, sampailah kami bertiga di kantin di dekat Pondok Bundar (2214 mdpl), kok cuma bertiga? Ya iya, wong kita rombongan sapu bersih, alias yang paling buncit, qiqiqi. Di kantin mayan lama, karena para emak sudah pada siap-siap kibar bendera putih, demi supaya bisa sampai ke puncak, diganjallah perut dengan sereal anget dan juga pisang. Ngomong-ngomong, Pondok Bundar ini bangunan tua peninggalan Belanda tempat hasil penambangan ditimbang dan dibayar sesuai timbangannya.

Jalanan asyik mendekati Kawah Ijen

Perjalanan tinggal sedikiiittt lagi, bahkan sempat ketemu sama pendaki yang udah turun, dengan entengnya dia berkata "Ayoo, semangat dek, tinggal 2 belokan lagi kok". Iyaaa, 2 belokan emang, belok kanan dan kiri, tapi entah loopingnya berapa kali, qiqiqi *cukup menghibur*. Semakin dekat dengan puncak, pemandangannya semakin memukau. Allaahu Akbar!! Kiri tebing, kanan jurang, awan di depan mata, Ma syaa Allaah indahnyaaaa. Ini pendakian beneran pertama untukku dan VaRo, luar biasaa, ternyata bisa juga sampai ke puncak, meskipun tenaga terkuras habis-habisan.




Saat di puncak, melihat kawahnya, melihat sekitar, lagi-lagi merasa makin keciiillll keciiilll dan keciiill, siapalah diri ini di mata Allaah yang Maha Besar, The Best Creator. Antara rasa haru, bahagia, sekaligus takjub, speechless, wuah nano-nano pokoknyamah, klu ga malu, udah nangis beneran kali yaa. Ternyata begini kepuasan mendaki gunung. Bahkan VaRo yang di sepanjang jalan mendaki kutanyain, ga mau lagi ke sini, begitu sampai atas, dengan pedenya dia bilang, "Yaa sekali dua kali lagi maulah, Ma, ke sini lagi". *emaknya pengsan, bwakakakakaka*.

Serius, kereta dorong berisi belerang sekitar 1 kuintal ini beraaaaatttttt

Sebenernya pendaki diperbolehkan turun mendekat ke kawah, mendekati area penambangan belerang yang masih tradisional, tapi entah mengapa, aku ora minat babarblas untuk menghadapi medan berbatu terjal meskipun cuma 250 m aja *katanya*, sudah habis tenaga ini, qiqiqi, tau diri dan terima kasih. Aku cukup puas berfoto-foto ria di puncak saja, sambil melihat sekeliling, ada puncak-puncak gunung tetangga, yang *katanya* adalah Gunung Merapi, Raung, Suket, Rante, dll. :D

Kawah Ijen itu danau kawah sedalam 200 m yang bersuhu hingga 200 dc dan bersifat asam (mendekati nol, sehingga bisa melarutkan tubuh manusia sekalipun dengan cepat). Luas kawahnya sekitar 5.466 Hektar. Katanya ini danau kawah paling asam terbesar di dunia. Klu pas malem, sekitar jam 2-4 dinihari, ada yang namanya fenomena "Api Biru" alias "Blue Fire" (berasal dari lelehan belerang yang masih membara). Ini keunikan yang paling unik, karena cuma ada 2 di dunia, yaitu di Islandia dan Ijen. Berhubung kami mendaki serombongan dengan 10 anak kecil, maka yaa sudahlah, forget it, saat ngebolang bersama anak, memang butuh banyak pengecualian dan pengorbanan kepuasan orang tua. :D

Penampakan taxi gunung :)

Pendakian 2,5 jam, dan di puncak hanya sekitar 30 menitan saja, trus sudah pada mau turun. Baiklaahhh, mari kita kemooonn *ngencengin sekrup kaki*. Baru beberapa meter, eh ada taxi gunung yang kosong, dan nawarin mas VaRo untuk ikutan, qiqiqi, tergodalah iman mas VaRo, akhirnya dia ikut gabung deh, karena penumpang aslinya ga mau turun naik taxi, maunya turun digendong Abinya. Eh, di gunung ada taxi? Ada dunk, itu yang kasih nama mas VaRo. Jadi selain menambang belerang, Bapak-Bapak itu juga menyewakan jasa mengantar naik dan turun bagi pendaki yang kondisinya lebih lemah daripada aku. Fyi, dalam sehari mereka menambang, bisa 3-4 kali bolak balik dari bawah ke atas. Ma syaa Allaah, sungguh hebat, dan membuat diri ini malu semalu malunya klu masih kebanyakan ngeluh dan banyak cingcong! Dalam sekali menambang, mereka bisa turun membawa sekitar 1 kuintal belerang, yang dihargain sekitar 145 ribu saja! Bayangkan antara usaha yang dikeluarkan dengan hasil yang didapat! Kalau kita yang ga sampai segitunya dalam menjemput rizki Allaah dan masih juga ngeluh, sungguh TERLALU!

Anginnya kenceng di atas

Untuk turunnya, perlu waktu sekitar 2 jam saja. Jadi keinget Kungfu Panda deh, coba bisa nggelinding kayak si panda, pasti lebih cepet sampai bawah, qiqiqi. Bagaimana kondisi saat turun? Ga jauh beda sama pas naik ternyata. Ngegas poll saat naik, sama aja effortnya dengan ngerem poll pas turun. Bahkan beberapa kali teman ada yang terpeleset, karena salah berpijak pada tanah berpasir, jadi licin. Sementara Emaknya terseok-seok *Babenya endak*, anaknya udah meluncur dengan cepat sampai ke bawah. "Rejekimu, Naaakk, Naaak. Coba Mama ga malu, meluuuuu, qiqiqi." Salah satu hal yang aku syukuri bener-bener adalah, arah angin yang sangat bersahabat, alhamdulillaah, sama sekali ga bau belerang. Fyi, pendakian ke Ijen ditutup jam 14.00, karena asapnya akan makin pekat dan dikhawatirkan arah angin menuju jalur pendakian.

Sesampainya di tempat parkir, sudah disambut dengan duren, wohooo. Langsung segeerrr, qiqiqi. Seger lho, bisa menikmati sebiji duren dan melihat para anak nongkrongin muterin duren dan menghabiskannya tanpa sisa. Ternyata mereka doyan semua. :D

Selesai pesta duren, langit mulai temaram, tanda-tanda mau menangis udah terpampang nyata. Tak sempat berkeliling di sekitar Pos Paltuding ini, padal ada banyak penjual makanan/ minuman, ada juga penjual souvenir yang menarik *next time, maybe LOL*. Kami segera bergegas memburu waktu, karena mo mampir di Kalipahit dan mau berendam air hangat.

Air Terjun Kali Pahit

Kalipahit tak jauh letaknya dari Ijen, terletak persis di pinggir jalan ke arah Bondowoso, hanya beberapa ratus meter sepertinya. Kalipahit adalah air terjun mini dari aliran pembuangan Kawah Ijen, katanya airnya mengandung belerang dan asam, jadi pahit. Tapi suweerrr makewer kewer, aku ga minat nyobain, sudah cukup rasanya senut-senut di kaki, ga perlu nambah senut-senut di lidah, qiqiqi. Btw, buih putih di air itu menandakan kadar asamnya, jadi jangan harap bisa basah-basah bermain airnya, no no no. Hanya sebentar kami di situ, air dari langit membuyarkan kekhusyukan pepotoan, langsung pada ngacir ke mobil.

Destinasi selanjutnya adalah pemandian air panas, masih di sekitar kawasan perkebunan PTPN XIX juga. Yang lain asyik berendam? Aku, misua, Tyash dan Arie (2 teman yang dari Semarang) malah asyik nge-mie. Lapar boo'. Mas VaRo aja yang berendam, karena dia udah makan Mie in Cup saat di Kalipahit.

Tepat jam 5 sore, kami semua bergegas pulang. Setelah konvoi sampai Bondowoso kota, kami mulai berpencar, 1 mobil ke arah Surabaya, 1 mobil ke arah Malang, 1 mobil ke arah Lumajang, dan 1 mobil ke arah Jember. Holiday is over, but the memories still remain.

Sampai jumpa di acara ngebolang kami berikutnyaaa, adiooosss. *dadah dadah syantik*