Friday, December 26, 2014

Field Trip: Benteng Pendem, Van Den Bosch, Ngawi, Jawa Timur



Ngawi adalah tempat keluarga besarku menetap. Sayangnya, belum pernah sekalipun aku menginjakkan kaki ke "Benteng Pendem", padahal deket. Baru kali ini, aku dan keluarga kecilku berkesempatan main ke benteng itu.


SEJARAH SINGKAT

Pada abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam perang Diponegoro (1825-1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar di daerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia –Belanda membangun sebuah Benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Van Den Bosch.


LOKASI


Sebenernya ini bukan satu-satunya Benteng Pendem peninggalan Belanda, ada beberapa di daerah lain juga. Benteng ini dikelilingi parit dan tanah yang tinggi (tanggul) sehingga terlihat terpendam. Lokasinya di pusat kota Ngawi, tepatnya di Kelurahan Pelem. Tempatnya pas di sudut pertemuan antara Jl. Diponegoro dan Jl. Untung Suropati. Begitu masuk gerbang, hendaknya melapor atau membuka jendela mobil, karena tempat ini dijaga oleh TNI. Bentengnya sendiri tidak langsung terlihat, pertama kali yang tertangkap mata adalah di sebelah kanan kiri ada barisan rongsokan mobil-mobil kuno, kemudian ada taman labirin/ bermain. Lalu kita akan bertemu dengan jalan bercabang dua. Untuk ke lokasi benteng, kita harus belok ke kiri, karena jika ke kanan sampainya ke Bengawan. Fyi, benteng ini memang diapit oleh Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. Bagi pecinta photography, benteng ini cocok sekali diabadikan lewat lensa. Oya, kalau mau berkunjung, datanglah waktu pagi atau sore hari, jangan siang hari yaa, karena Ngawi amat sangat panas sekali, dijamin mandi keringat jika datang siang hari. :)

Fyi, di bagian belakang kantor utama Benteng Van Den Bosch, dihuni oleh beberapa anggota TNI lho, ga kebayang deh klu pas malem gimana horornya, qiqiqi.


PINTU GERBANG DEPAN


Di pintu gerbang ini ada petugas penjaga militer. Di sini kita bisa membayar tiket masuk, Rp.5.000,- per orang (dewasa). Untuk parkir mobil, Rp.3.000,-, sedangkan parkir motor Rp.1.000,-. Benteng dibuka setiap hari, dari jam 08:00 - 17:00 WIB.

Parit yang mengelilingi benteng lebarnya sekitar 5 meter, dulunya di parit ini banyak dipelihara buaya buas. Dan tanggulnya untuk menghindari luapan dua Bengawan yang mengapitnya. Parit dan tanggul ini juga menjadi penghalang bagi pekerja rodi/ tawanan untuk melarikan diri, sekaligus bagi pejuang yang hendak menyerbu.

Pada pintu gerbang pertama, terdapat bekas pondasi jembatan angkat sebagai akses penghubung untuk menuju pintu gerbang depan pertama dan masih terdapat bekas gerigi katrol pengangkat jembatan (di sebelah kanan jalan masuk).


PINTU GERBANG UTAMA


Setelah melewati pintu gerbang depan, kemudian dilanjutkan memasuki pintu gerbang utama menuju dalam komplek benteng. Terdapat tulisan tahun 1839-1845 di atas pintu, yang menunjukan periode pembuatan benteng. Arsitekturnya bergaya Castle Eropa berpadu corak Indische. 


KANTOR UTAMA


Bangunan dengan arsitektur bergaya Roman-Indische ini dahulunya digunakan sebagai gedung utama perkantoran bagi tentara Hindia Belanda berpangkat tinggi atau setingkat Perwira dan Letnan. Pilar penopangnya begitu kokoh dipadu dengan pintu dan jendela besar yang sekilas seperti bangunan Romawi. Pada bagian interiornya masih terdapat lantai asli bercorak papan catur dengan aksen warna putih dan kuning. Kondisi bangunan ini sudah tidak beratap lagi dengan dinding sudah terkelupas.

Di dalam bangunan kantor ini juga terdapat barak bagi tentara berpangkat tinggi, dapur serta makam KH. Muhammad Nursalim. Beliau adalah tokoh penyi’ar Agama Islam pertama di Kabupaten Ngawi serta pahlawan bangsa pengikut Pangeran Diponegoro yang gugur akibat tertangkap oleh serdadu Belanda saat kalah berperang memberontak kepada penjajah.

Setelah tertangkap, Beliau dibawa ke dalam benteng. Karena memiliki kesaktian, Beliau tidak mempan ditembak dan dibacok (disiksa), akan tetapi tentara Belanda tidak kehabisan akal, beliau dikuburkan hidup-hidup dalam posisi terikat kencang. Pemugaran makam Beliau selesai pada tanggal 17 Agustus 1992 oleh Komandan Batalyon Armed 12. Benteng Van Den Bosch sangatlah Istimewa karena di dalam kompleknya terdapat sebuah makam pahlawan bangsa. 


KANTOR UMUM


Berada di depan bangunan kantor utama, adalah kantor umum. Kondisi bangunan masih berdiri namun sudah tanpa atap, hanya sebagian saja yang tersisa dan dimanfaatkan sebagai sarang burung walet.

Dahulunya terdapat juga pilar-pilar sebagai penopang yang bergaya Romawi, masih terdapat bekas landasan dari pilar tersebut. Kemungkinan berukuran jauh lebih besar dan tinggi dari pilar di bangunan kantor utama. Bangunan juga berlantai dua dengan tangga yang terbuat dari kayu sebagai akses menuju lantai atas. Bekas tangganya masih bisa dijumpai walaupun kayunya sudah tidak ada. Di antara kedua bangunan ini, terdapat lapangan yang dahulunya digunakan sebagai lokasi briefing persiapan apel pasukan (upacara bendera). Di sebelah baratnya, atau di atas pintu gerbang masuk utama, terdapat bekas tempat menaruh jam. Konon jam tersebut loncengnya terdengar sangat keras saat akan diadakan aktifitas apel pasukan atau pergantian waktu.


SUMUR


Tepat di sebelah selatan (belakang) bangunan kantor umum, terdapat dua buah sumur yang dahulunya digunakan oleh Belanda untuk membuang jenazah korban penangkapan (tahanan) dan para pekerja rodi, serta korban pembantaian anggota PKI tahun 1966-1968, sehingga menjadi sebuah kuburan masal. Tentara Hindia Belanda menangkap dan mengumpukan pekerja dari sekitar wilayah Ngawi, kemudian dipaksa untuk mengerjakan proyek pembangunan Benteng Van Den Bosch.

Sumur pertama yang berada di sebelah timur (masih terdapat tembok pembatasnya), dan sumur kedua di sebelah barat (sudah tidak ada lagi tembok pembatas, hanya menyisakan bekas pondasi bata melingkar/ diratakan), para korban diceburkan ke dalam sumur yang memiliki kedalaman ± 100-200 meter dalam kodisi meninggal maupun sakit setelah bekerja rodi.


BANGUNAN YANG DIBOM OLEH JEPANG


Bangunan ini terletak paling selatan. Ukurannya seperti kantor umum dengan dua lantai dan diperkirakan merupakan bagian dari asrama/ barak bagi tentara/ serdadu Belanda, namun beberapa bagian sudah runtuh, terutama bagian atap dan beberapa temboknya, dikarenakan pernah di bom oleh tentara Dai Nippon (Jepang) pada kurun waktu 1942-1943/ saat perang Dunia II. Bagian bangunan yang lainnya sudah ditumbuhi oleh pohon beringin yang sangat besar dengan akar-akarnya yang mencengkram sebagian tembok bangunan ini. Pada bagian tengah bawah dari bangunan ini juga terdapat pintu gerbang yang menghadap ke arah timur atau Sungai Bengawan Madiun, yang dahulunya di lokasi ini terdapat sebidang tanah (lapang kecil) untuk kegiatan mengumpulkan dan memberi makan pekerja rodi.


PENJARA & GUDANG AMUNISI


Di setiap bawah tangga menuju lantai 2, dimanfaatkan sebagai penjara bagi tahanan. Terdapat tiga buah ruang di setiap penjara, mulai dari yang berukuran besar, sedang dan kecil (sangat sempit) mengikuti bentuk (tinggi) tangga tersebut yang ditujukan mengikuti kesalahan dari tahanan dari ringan, sedang sampai berat. Dahulunya tahanan tersebut dimasukan dalam kondisi ruangan yang berjubel sehingga pengap dan sesak. Banyak dari para tahanan yang meninggal saat berada di ruang penjara ini karena sakit, tidak diberi makan dan harus berebut udara dengan tahanan lainnya.

Gudang amunisi terletak bersebelahan dengan tangga (penjara) dan dekat dengan bastion. Setelah ditinggalkan Belanda, Batalyon Armed 12 menggunakannya sebagai gudang amunisi, karena ruangannya mempunyai tingkat kelembaban yang sesuai untuk menyimpan amunisi, sebelum dipindahkan ke Markas Kostrad di Jalan Siliwangi.


BARAK TENTARA


Bangunan yang sebenarnya berlantai tiga ini adalah asrama/ barak yang diperuntukan bagi serdadu Belanda. Posisinya mengelilingi kantor utama, kantor umum dan lapangan. Pada setiap gedung dilantai dua, dihubungkan dengan jembatan (penyeberangan).

Kondisi bangunan kebanyakan sudah tanpa atap, keropos dan ditumbuhi berbagai rumput, tanaman liar bahkan akar pohon beringin. Selain itu bangunan ini digunakan sebagai penangkaran (sarang) burung walet dan dijadikan sarang liar oleh kelelawar (jadi bau kotorannya lumayan menyengat). Kayu yang digunakan sebagai sekat antara lantai dasar dengan tingkat di atasnya, banyak yang sudah lapuk dan mulai keropos. Sebagian malah ada yang sudah ambrol, sehingga berbahaya bagi pegunjung.

Gedung ini juga terhubung dengan jembatan dan tangga, bahkan sampai di lantai tiga. Namun, kondisinya sudah banyak yang lapuk, hanya tersisa besi penyangganya saja, sedangkan kayunya sudah hilang. Salah satu jembatan yang masih ada dan dapat dilalui, dapat ditemukan di bangunan gedung barak di sebelah barat laut. Lantai tiga, dahulunya digunakan sebagai tempat latihan perang dan kegiatan baris-berbaris.


Konstruksi bangunan Benteng Van Den Bosch sangat kokoh. Pada setiap dindingnya diperkuat dengan besi menyerupai jangkar atau kail, sebagai penguatnya. Sehingga mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama atau sudah berusia ± 170 tahun. Sejak dibangun pertama kali sampai dengan sekarang, benteng ini belum pernah mengalami renovasi, sehingga kondisinya masih sangat original (asli). Semua bahan utama bagunan dan pendukungnya berasal atau di impor langsung dari Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda sangatlah cerdik saat membangun Komplek Benteng Van Den Bosch ini, karena letak geografisnya yang strategis diapit oleh dua sungai besar yaitu Bengawan Solo dan Begawan Madiun yang bertemu di sebelah timur. Sehingga memudahkan dalam hal akomodasi pengangkutan mengunakan transportasi air (kapal) dan memiliki faktor keamanan yang sangat mendukung.


PINTU GERBANG BELAKANG


Pintu Gerbang Belakang atau yang berada di bagian paling timur dari benteng Van Den Bosch, menghadap langsung ke arah pertemuan dua sungai besar (Bengawan Solo dan Madiun) yang dahulunya merupakan desa Ngawi Purba sebagai cikal bakal Kabupaten Ngawi. Pada gerbang ini terdapat jeruji pintu besi dan jika sudah keluar dari komplek Benteng, maka terdapat gundukan tanah dan parit.



*Demikian cerita singkat tentang benteng pendem ini, sumber selain pengalaman pribadi, juga diambil dari mbah Google dan Facebook Hari Kurniawan Hao Hao. Semoga bermanfaat dan selamat berkunjung.  ^_^

0 komentar: