Monday, April 20, 2015
Seorang anak memperhatikan ayahnya yang sedang mengganti ban mobil mereka. "Mengapa ayah mau repot-repot mengerjakan ini dan tidak memanggil orang bengkel saja untuk mengerjakannya?" tanya si bocah dengan penasaran.
Sang ayah tersenyum. "Sini, Nak, kau lihat dan perhatikan. Ada enam hal tentang ban yang bisa kita pelajari untuk hidup kita," katanya sambil menyuruh sang bocah duduk di dekatnya. "Belajar dari ban?" Mata sang anak membelalak.
"Lebih pintar mana ban ini daripada ibu guru di sekolah?"
Sang ayah tertawa, "Gurumu tentu pintar, Nak, tapi perhatikan ban ini dengan segala sifat-sifatnya. Pertama, ban selalu konsisten bentuknya. Bundar. Apakah dia dipasang di sepeda roda tiga, motor balap pamanmu, atau roda pesawat terbang yang kita naiki untuk mengunjungi kakek-nenekmu. Ban tak pernah berubah menjadi segitiga atau segi empat."
Si bocah mulai serius. "Benar juga ya, Yah. Terus yang kedua?"
"Kedua, ban selalu mengalami kejadian terberat. Ketika melewati jalan berlubang, dia dulu yang merasakan. Saat melewati aspal panas, dia juga yang merasakan. Ketika ada banjir, ban juga yang harus mengalami langsung. Bahkan, ketika ada kotoran hewan atau bangkai hewan di jalan yang tidak dilihat si pengemudi, siapa yang pertama kali merasakannya?" tanya sang ayah.
"Aku tahu, pasti ban, ya, Yah?" jawab sang bocah antusias.
"Benar sekali. Yang ketiga, ban selalu menanggung beban terberat. Baik ketika mobil sedang diam, apalagi sedang berjalan. Baik ketika mobil sedang kosong, apalagi saat penuh penumpang dan barang. Coba kau ingat," ujar sang ayah. Si bocah mengangguk.
"Yang keempat, ban tak pernah sombong dan berat hati menolak permintaan pihak lain. Ban selalu senang bekerja sama. Ketika pedal rem memerintahkannya berhenti, dia berhenti. Ketika pedal gas menyuruhnya lebih cepat, dia pun taat dan melesat. Bayangkan kalau ban tak suka kerja sama dan bekerja sebaliknya? Saat direm malah ngebut, dan saat digas malah berhenti?"
"Wow, benar juga, Yah," puji sang bocah sambil menggeser duduknya lebih dekat dengan sang ayah.
"Nah, sifat kelima ban, meski banyak hal penting yang dilakukannya, dia tetap rendah hati dan tak mau menonjolkan diri. Dia biarkan orang-orang memuji bagian mobil lainnya, bukan dirinya."
"Maksud ayah apa?" tanya si bocah bingung.
"Kamu ingat waktu kita ke pameran mobil bulan lalu?" tanya sang ayah disambut anggukan sang bocah.
"Ingat dong, Yah, kita masuk ke beberapa mobil kan?"
"Persis," jawab sang ayah. "Biasanya di show room atau pameran mobil, pengunjung lebih mengagumi bentuk body mobil itu, lalu ketika mereka masuk ke dalam, yang menerima pujian berikutnya adalah interior mobil itu. Sofanya empuk, AC-nya dingin, dashboard-nya keren, dll. Jarang sekali ada orang yang memperhatikan apalagi sampai memuji ban. Padahal, semua kemewahan, keindahan, dan kehebatan mobil tak akan berarti apa-apa kalau bannya kempes atau bocor."
"Wah, iya, ya, Yah. Aku sendiri selalu lebih suka memperhatikan kursi mobil untuk tempat mainanku."
Sang ayah selesai mengganti ban dan berdiri menatap hasil kerjanya dengan puas. "Yang keenam tentang ban adalah betapa pun bagus dan hebatnya mobil yang kita miliki, atau sepeda yang kau punya, atau pesawat yang kita naiki, saat ban tak berfungsi, kita tak akan bisa ke mana-mana. Kita tak akan pernah sampai ke tujuan."
Sang anak mengangguk-angguk.
Sang ayah menuntaskan penjelasannya, "Jadi, saat kau besar kelak, meski kau menghadapi banyak masalah dibanding kawan-kawanmu, menghadapi lumpur, aspal panas, banjir, atau tak mendapat pujian sebanyak kawan-kawanmu, bahkan terus menanggung beban berat di atas pundakmu, tetaplah konsisten dengan kebaikan yang kau berikan, tetaplah mau bekerja sama dengan orang lain, jangan sombong dan merasa hebat sendiri, dan yang terpenting adalah tetaplah menjadi penggerak di manapun kau berada. Itulah yang ayah maksud dengan hal-hal yang bisa kita pelajari dari ban untuk hidup kita."
*Semoga bermanfaat ^_^
#Muhasabah
#SilakanShare
#FromShareToShared
Belajar dari Ban
Seorang anak memperhatikan ayahnya yang sedang mengganti ban mobil mereka. "Mengapa ayah mau repot-repot mengerjakan ini dan tidak memanggil orang bengkel saja untuk mengerjakannya?" tanya si bocah dengan penasaran.
Sang ayah tersenyum. "Sini, Nak, kau lihat dan perhatikan. Ada enam hal tentang ban yang bisa kita pelajari untuk hidup kita," katanya sambil menyuruh sang bocah duduk di dekatnya. "Belajar dari ban?" Mata sang anak membelalak.
"Lebih pintar mana ban ini daripada ibu guru di sekolah?"
Sang ayah tertawa, "Gurumu tentu pintar, Nak, tapi perhatikan ban ini dengan segala sifat-sifatnya. Pertama, ban selalu konsisten bentuknya. Bundar. Apakah dia dipasang di sepeda roda tiga, motor balap pamanmu, atau roda pesawat terbang yang kita naiki untuk mengunjungi kakek-nenekmu. Ban tak pernah berubah menjadi segitiga atau segi empat."
Si bocah mulai serius. "Benar juga ya, Yah. Terus yang kedua?"
"Kedua, ban selalu mengalami kejadian terberat. Ketika melewati jalan berlubang, dia dulu yang merasakan. Saat melewati aspal panas, dia juga yang merasakan. Ketika ada banjir, ban juga yang harus mengalami langsung. Bahkan, ketika ada kotoran hewan atau bangkai hewan di jalan yang tidak dilihat si pengemudi, siapa yang pertama kali merasakannya?" tanya sang ayah.
"Aku tahu, pasti ban, ya, Yah?" jawab sang bocah antusias.
"Benar sekali. Yang ketiga, ban selalu menanggung beban terberat. Baik ketika mobil sedang diam, apalagi sedang berjalan. Baik ketika mobil sedang kosong, apalagi saat penuh penumpang dan barang. Coba kau ingat," ujar sang ayah. Si bocah mengangguk.
"Yang keempat, ban tak pernah sombong dan berat hati menolak permintaan pihak lain. Ban selalu senang bekerja sama. Ketika pedal rem memerintahkannya berhenti, dia berhenti. Ketika pedal gas menyuruhnya lebih cepat, dia pun taat dan melesat. Bayangkan kalau ban tak suka kerja sama dan bekerja sebaliknya? Saat direm malah ngebut, dan saat digas malah berhenti?"
"Wow, benar juga, Yah," puji sang bocah sambil menggeser duduknya lebih dekat dengan sang ayah.
"Nah, sifat kelima ban, meski banyak hal penting yang dilakukannya, dia tetap rendah hati dan tak mau menonjolkan diri. Dia biarkan orang-orang memuji bagian mobil lainnya, bukan dirinya."
"Maksud ayah apa?" tanya si bocah bingung.
"Kamu ingat waktu kita ke pameran mobil bulan lalu?" tanya sang ayah disambut anggukan sang bocah.
"Ingat dong, Yah, kita masuk ke beberapa mobil kan?"
"Persis," jawab sang ayah. "Biasanya di show room atau pameran mobil, pengunjung lebih mengagumi bentuk body mobil itu, lalu ketika mereka masuk ke dalam, yang menerima pujian berikutnya adalah interior mobil itu. Sofanya empuk, AC-nya dingin, dashboard-nya keren, dll. Jarang sekali ada orang yang memperhatikan apalagi sampai memuji ban. Padahal, semua kemewahan, keindahan, dan kehebatan mobil tak akan berarti apa-apa kalau bannya kempes atau bocor."
"Wah, iya, ya, Yah. Aku sendiri selalu lebih suka memperhatikan kursi mobil untuk tempat mainanku."
Sang ayah selesai mengganti ban dan berdiri menatap hasil kerjanya dengan puas. "Yang keenam tentang ban adalah betapa pun bagus dan hebatnya mobil yang kita miliki, atau sepeda yang kau punya, atau pesawat yang kita naiki, saat ban tak berfungsi, kita tak akan bisa ke mana-mana. Kita tak akan pernah sampai ke tujuan."
Sang anak mengangguk-angguk.
Sang ayah menuntaskan penjelasannya, "Jadi, saat kau besar kelak, meski kau menghadapi banyak masalah dibanding kawan-kawanmu, menghadapi lumpur, aspal panas, banjir, atau tak mendapat pujian sebanyak kawan-kawanmu, bahkan terus menanggung beban berat di atas pundakmu, tetaplah konsisten dengan kebaikan yang kau berikan, tetaplah mau bekerja sama dengan orang lain, jangan sombong dan merasa hebat sendiri, dan yang terpenting adalah tetaplah menjadi penggerak di manapun kau berada. Itulah yang ayah maksud dengan hal-hal yang bisa kita pelajari dari ban untuk hidup kita."
*Semoga bermanfaat ^_^
#Muhasabah
#SilakanShare
#FromShareToShared
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment