Thursday, March 31, 2016

Field Trip: Kawah Ijen (Ijen Crater), Banyuwangi - Bondowoso



Setelah "menggosongkan diri" di Red Island, mari lanjutkan perjalanan ke arah utara. Yap, saatnya menikmati keindahan ciptaanNya, yaitu Kawah Ijen. Ketika jalanan mulai menanjak, adrenalinpun ikut melonjak. Bagaimana tidak, malam sudah turun dan jalanan nyaris tak ada penerangan apapun kecuali sorot lampu mobil, jalanan sempit dan berkelok-kelok tajam, udah gitu, ga ada marka jalan yang bisa membantu menjelaskan, medan macam apa yang sedang dihadapi, qiqiqi, intinyamah, supirnya kudu supir pro yaa, demi keselamatan semuanya. Sepanjang jalan isinya berdzikir, ngeri ngeri sedaaapp, sayangnya mas VaRo udah terlelap di jok tengah, jadi ga ikut menikmati rasa deg-deg-serrnya. :D

Berhubung baru pertama kali, tak satupun dari kami di mobil yang tau, seberapa jauh dan seberapa lama lagi akan sampai di penginapan. Berasa ga ada habisnya. Udah masuk pos penjagaan, tengok kanan kiri, ada tulisan Ijen, eeehh lha kok masih terus aja yang di depan. Beberapa kali masuk dan keluar pos penjagaan, belum juga ada tanda-tanda akan berhenti. Habis melewati daerah ramai, sepiiiii, ramai, sepiiii, masih jalan terus aja. Sampai pada akhirnya kami masuk ke kawasan Arabica Home Stay, milik PTPN XIX di daerah Jampit, Bondowoso. Alhamdulillaah, akhirnya sampai juga. Setelah mendapat kunci kamar, langsung mindahin anak lanang, dan ngebantuin misua nurunin barang-barang. Kelar bersih-bersih badan dan menunaikan kewajiban, langsung aja nyungsep, sembunyi dan berlindung di balik selimut tebal, dingiiiiiiiinnnnnn beeeuuuudddddd, brbrbrbrbrbbrbr. :)

Oya bagi kalian yang ingin menginap di Arabica Home Stay, bisa reservasi di kontak ini yaa:
Phone: 0852.5959.5955
Email: arabica.homestay@gmail.com




Keesokan harinya barulah terlihat dengan jelas, Allaahu Akbar!!! Ternyata alam sekitar begituuu indahnya, sejuk sekali di mata dan damainya sampai ke hati. Udaranya segeeeerrr, ma syaa Allaah, enak bener pokoknya. Sarapan pagi nasgor-nya bikin lidah bersyukur. Dan di resto ini, untuk pertamakalinya juga, aku kenalan sama yang namanya Kacang Makadamia. Beneran bikin tersepona ini kacang, perjuangannya untuk bisa "ngemplok" ituloh, butuh tenaga bingit. Kalau di resto siy ada alatnya, tapi klu di rumah, ya musti kreatif, dengan menggunakan palu, qiqiqiqi. Setelah pada kenyang dan puas pepotoan ples buka-buka hadiah bagi para anak, segera deh, gerak cepat memasukkan lagi barang-barang ke dalam mobil. Karena kami harus segera check out dan mendaki ke Kawah Ijen, uyeeee.

Kacang Makadamia

With alat pemecah kacang makadamia

Dan lagi, kami melalui jalanan yang semalem sukses membuat tanda tanya besar di kepala. Ternyataaa, Allaahu Akbar!! Indah bener deh, sampai speechless. Kebun kopi berderet-deret, perumahan pegawai PTPN XIX yang asri, hutan pinus, dll. Sesampainya di Pos Paltuding, kami memarkir mobil dan segera bersiap untuk mendaki, bawa bawaan secukupnya, sweater untuk menghangatkan badan, sendal gunung/ sepatu yang nyaman, dan jangan lupa, tripod buat tongkat, qiqiqiqi. *NB: bagi  yang mau ke toilet, sebaiknya lakukan di Pos Paltuding, karena saat cerita ini di-posting, tidak ada toilet di sepanjang jalur pendakian, di kantin dekat Pondok Bundar juga tidak tersedia toilet yang memadai, apalagi untuk perempuan*.

Gerbang Jalur Pendakian Ijen

Bismillaah, mulailah kami mendaki Gunung Ijen, gunung berapi setinggi 2443 mdpl, yang tetanggaan sama Gunung Merapi, yang terletak di perbatasan Banyuwangi - Bondowoso. Jalur pendakian cukup nyaman dan luas untuk berjalan, karena jalanan itu ga hanya dilewati pendaki, namun juga hilir mudik penambang belerang lengkap dengan kereta dorongnya. Pssst, bapak-bapak penambang ini, meskipun bawaannya berat, bermandikan keringat, terlihat lelah, tapi ramahnya luar biasa, sapalah, atau belilah souvenir dari belerang yang dibawanya. Beberapa meter pertama masih ringan aja, yaa seperti jalan di mall, selanjutnya? Ma syaa Allaah, geraahh panaass *lepas sweater*. Ratusan meter berikutnya? Mulai deh, penyakit lama kambuh semua, kemiringan 25-35 derajat membuat engsel lutut dan kaki berderak-derak, nafas Senin-Kamis, pokoknya pingin "ndlosor" aja bawaannya. Jarak 3 km untuk mencapai puncak berasa 3 mil, qiqiqi.

Penampakan di jalur pendakian

Hebatnya, mas VaRo kuat aja tuh mendaki sendiri, beberapa kali terbantu oleh tongkat bikinan Bapaknya, dari batang tumbuhan yang banyak di kanan kiri jalur pendakian. Gimana dengan Bapaknya? Waaahh klu buat dia maah, ini keciiilll, hawong dia anak gunung, sudah biasa naik turun gunung. Jadi, fix, cuma emaknya yang body priyayi, yang memperlambat pendakian karena musti sering berhenti, karena detak jantung udah terdengar berdentum di kepala *payah puooolll, haha*. Eh, belakangan baru kutahu dari salah seorang teman, klu mau ga terlalu berasa capek, mendakilah dengan cara mundur, tentunya dengan bantuan tongkat dan dipandu, supaya ga nyusruk. Well noted, entah kapan mau aku praktekkan, karena ngebayangin aja udah lemes duluan, semangatku keburu terbang ke Galaksi Andromeda. :D

Yang terlihat orange di belakang itu Pondok Bunder

Setelah mendaki sekitar 2 jam, sampailah kami bertiga di kantin di dekat Pondok Bundar (2214 mdpl), kok cuma bertiga? Ya iya, wong kita rombongan sapu bersih, alias yang paling buncit, qiqiqi. Di kantin mayan lama, karena para emak sudah pada siap-siap kibar bendera putih, demi supaya bisa sampai ke puncak, diganjallah perut dengan sereal anget dan juga pisang. Ngomong-ngomong, Pondok Bundar ini bangunan tua peninggalan Belanda tempat hasil penambangan ditimbang dan dibayar sesuai timbangannya.

Jalanan asyik mendekati Kawah Ijen

Perjalanan tinggal sedikiiittt lagi, bahkan sempat ketemu sama pendaki yang udah turun, dengan entengnya dia berkata "Ayoo, semangat dek, tinggal 2 belokan lagi kok". Iyaaa, 2 belokan emang, belok kanan dan kiri, tapi entah loopingnya berapa kali, qiqiqi *cukup menghibur*. Semakin dekat dengan puncak, pemandangannya semakin memukau. Allaahu Akbar!! Kiri tebing, kanan jurang, awan di depan mata, Ma syaa Allaah indahnyaaaa. Ini pendakian beneran pertama untukku dan VaRo, luar biasaa, ternyata bisa juga sampai ke puncak, meskipun tenaga terkuras habis-habisan.




Saat di puncak, melihat kawahnya, melihat sekitar, lagi-lagi merasa makin keciiillll keciiilll dan keciiill, siapalah diri ini di mata Allaah yang Maha Besar, The Best Creator. Antara rasa haru, bahagia, sekaligus takjub, speechless, wuah nano-nano pokoknyamah, klu ga malu, udah nangis beneran kali yaa. Ternyata begini kepuasan mendaki gunung. Bahkan VaRo yang di sepanjang jalan mendaki kutanyain, ga mau lagi ke sini, begitu sampai atas, dengan pedenya dia bilang, "Yaa sekali dua kali lagi maulah, Ma, ke sini lagi". *emaknya pengsan, bwakakakakaka*.

Serius, kereta dorong berisi belerang sekitar 1 kuintal ini beraaaaatttttt

Sebenernya pendaki diperbolehkan turun mendekat ke kawah, mendekati area penambangan belerang yang masih tradisional, tapi entah mengapa, aku ora minat babarblas untuk menghadapi medan berbatu terjal meskipun cuma 250 m aja *katanya*, sudah habis tenaga ini, qiqiqi, tau diri dan terima kasih. Aku cukup puas berfoto-foto ria di puncak saja, sambil melihat sekeliling, ada puncak-puncak gunung tetangga, yang *katanya* adalah Gunung Merapi, Raung, Suket, Rante, dll. :D

Kawah Ijen itu danau kawah sedalam 200 m yang bersuhu hingga 200 dc dan bersifat asam (mendekati nol, sehingga bisa melarutkan tubuh manusia sekalipun dengan cepat). Luas kawahnya sekitar 5.466 Hektar. Katanya ini danau kawah paling asam terbesar di dunia. Klu pas malem, sekitar jam 2-4 dinihari, ada yang namanya fenomena "Api Biru" alias "Blue Fire" (berasal dari lelehan belerang yang masih membara). Ini keunikan yang paling unik, karena cuma ada 2 di dunia, yaitu di Islandia dan Ijen. Berhubung kami mendaki serombongan dengan 10 anak kecil, maka yaa sudahlah, forget it, saat ngebolang bersama anak, memang butuh banyak pengecualian dan pengorbanan kepuasan orang tua. :D

Penampakan taxi gunung :)

Pendakian 2,5 jam, dan di puncak hanya sekitar 30 menitan saja, trus sudah pada mau turun. Baiklaahhh, mari kita kemooonn *ngencengin sekrup kaki*. Baru beberapa meter, eh ada taxi gunung yang kosong, dan nawarin mas VaRo untuk ikutan, qiqiqi, tergodalah iman mas VaRo, akhirnya dia ikut gabung deh, karena penumpang aslinya ga mau turun naik taxi, maunya turun digendong Abinya. Eh, di gunung ada taxi? Ada dunk, itu yang kasih nama mas VaRo. Jadi selain menambang belerang, Bapak-Bapak itu juga menyewakan jasa mengantar naik dan turun bagi pendaki yang kondisinya lebih lemah daripada aku. Fyi, dalam sehari mereka menambang, bisa 3-4 kali bolak balik dari bawah ke atas. Ma syaa Allaah, sungguh hebat, dan membuat diri ini malu semalu malunya klu masih kebanyakan ngeluh dan banyak cingcong! Dalam sekali menambang, mereka bisa turun membawa sekitar 1 kuintal belerang, yang dihargain sekitar 145 ribu saja! Bayangkan antara usaha yang dikeluarkan dengan hasil yang didapat! Kalau kita yang ga sampai segitunya dalam menjemput rizki Allaah dan masih juga ngeluh, sungguh TERLALU!

Anginnya kenceng di atas

Untuk turunnya, perlu waktu sekitar 2 jam saja. Jadi keinget Kungfu Panda deh, coba bisa nggelinding kayak si panda, pasti lebih cepet sampai bawah, qiqiqi. Bagaimana kondisi saat turun? Ga jauh beda sama pas naik ternyata. Ngegas poll saat naik, sama aja effortnya dengan ngerem poll pas turun. Bahkan beberapa kali teman ada yang terpeleset, karena salah berpijak pada tanah berpasir, jadi licin. Sementara Emaknya terseok-seok *Babenya endak*, anaknya udah meluncur dengan cepat sampai ke bawah. "Rejekimu, Naaakk, Naaak. Coba Mama ga malu, meluuuuu, qiqiqi." Salah satu hal yang aku syukuri bener-bener adalah, arah angin yang sangat bersahabat, alhamdulillaah, sama sekali ga bau belerang. Fyi, pendakian ke Ijen ditutup jam 14.00, karena asapnya akan makin pekat dan dikhawatirkan arah angin menuju jalur pendakian.

Sesampainya di tempat parkir, sudah disambut dengan duren, wohooo. Langsung segeerrr, qiqiqi. Seger lho, bisa menikmati sebiji duren dan melihat para anak nongkrongin muterin duren dan menghabiskannya tanpa sisa. Ternyata mereka doyan semua. :D

Selesai pesta duren, langit mulai temaram, tanda-tanda mau menangis udah terpampang nyata. Tak sempat berkeliling di sekitar Pos Paltuding ini, padal ada banyak penjual makanan/ minuman, ada juga penjual souvenir yang menarik *next time, maybe LOL*. Kami segera bergegas memburu waktu, karena mo mampir di Kalipahit dan mau berendam air hangat.

Air Terjun Kali Pahit

Kalipahit tak jauh letaknya dari Ijen, terletak persis di pinggir jalan ke arah Bondowoso, hanya beberapa ratus meter sepertinya. Kalipahit adalah air terjun mini dari aliran pembuangan Kawah Ijen, katanya airnya mengandung belerang dan asam, jadi pahit. Tapi suweerrr makewer kewer, aku ga minat nyobain, sudah cukup rasanya senut-senut di kaki, ga perlu nambah senut-senut di lidah, qiqiqi. Btw, buih putih di air itu menandakan kadar asamnya, jadi jangan harap bisa basah-basah bermain airnya, no no no. Hanya sebentar kami di situ, air dari langit membuyarkan kekhusyukan pepotoan, langsung pada ngacir ke mobil.

Destinasi selanjutnya adalah pemandian air panas, masih di sekitar kawasan perkebunan PTPN XIX juga. Yang lain asyik berendam? Aku, misua, Tyash dan Arie (2 teman yang dari Semarang) malah asyik nge-mie. Lapar boo'. Mas VaRo aja yang berendam, karena dia udah makan Mie in Cup saat di Kalipahit.

Tepat jam 5 sore, kami semua bergegas pulang. Setelah konvoi sampai Bondowoso kota, kami mulai berpencar, 1 mobil ke arah Surabaya, 1 mobil ke arah Malang, 1 mobil ke arah Lumajang, dan 1 mobil ke arah Jember. Holiday is over, but the memories still remain.

Sampai jumpa di acara ngebolang kami berikutnyaaa, adiooosss. *dadah dadah syantik*

Wednesday, March 30, 2016

Field Trip: Red Island Beach A.K.A Pantai Pulau Merah Banyuwangi, Jawa Timur



Setelah kemarin puas bermain pasir di Pantai Tanjung Papuma, pagi ini kami bangun pagi dan segera berkemas untuk sarapan dan capcuuss lanjut ke Banyuwangi. Destinasi ngebolang selanjutnya adalah, Red Island Beach alias Pantai Pulau Merah di Banyuwangi, yeaaaayyy. :)

Sebenernya kami sudah punya rencana ke Red Island sejak lama, tapi selalu adaaa aja halangannya, kiranya inilah waktu terbaik menurut Allaah untuk kami, alhamdulillaah. Kami harus berkendara selama kurang lebih 3 jam dari Jember.

Akses jalan menuju ke pantai relatif landai, tidak melewati medan berbukit ataupun medan ekstrim lain, hanya beberapa ruas jalan kurang mulus aja. Di kanan kiri sepanjang jalan menuju pantai, ada banyak homestay yang bisa dijadikan tempat menginap. Jadii, tak perlu bingung untuk numpang tidur klu ke Red Island. Enak kali yaa, bangun pagi-pagi, langsung jalan kaki ngepantai, nyamaaaannn. Oya, di daerah Pesanggaran ini banyak sekali tanaman buah naga. Tak heran jika di kanan kiri jalan banyak penjual buah naga. Sekilo hanya 10 rebu lhoo, wah musti ngeborong pokoknyaaaa *aji mumpung*.


Kami sampai di Red Island sudah menjelang Dhuhur, kebayang kan, lagi hot hotnyaa. Mau diem saja sayang udah jauh-jauh, mau nyemplung kok ya ma syaa Allaah teriknya matahari. Akhirnya aku hanya duduk manis di kursi pantai yang disewakan dengan membayar 20 rebu per jam. Biarlah suami dan anakku saja yang nyemplung ke laut, qiqiqiqi. Btw, untungnya di tempat parkir yang jaraknya beberapa puluh meter dari bibir pantai masih banyak pepohonan, jadi bisa melindungi mobil dari teriknya matahari *ga kebayang klu mobilnya dijemur, begitu masuk serasa masuk oven*.

Kenapa siy disebut Pulau Merah?

Pulau Merah sebenernya sebutan untuk pulau kecil berbentuk bukit bertanah merah setinggi kurang lebih 200 m yang ada di lepas pantai Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Karena tertutup tumbuhan hijau, jadi warna aslinya tersamarkan deh. Saat laut surut, kita bisa jalan kaki menuju ke pulau yang dulunya bernama Pantai Ringin Pitu ini. Saat pasang, kita bisa menyewa perahu nelayan untuk nyeberang ke Pulau Merah, kemarin denger informasi dari menara pantau, membayar 20 rebu per orang. Di Pulau Merah ada sebuah pura, bernama Pura Tawang Alun, yang digunakan umat Hindu untuk upacara Mekiyis (seperti upacara Kasada klu di Bromo).


Pantai ini berpasir putih bersih, menghampar kira-kira sepanjang 3 km. Dilengkapi menara pantau setinggi kurang lebih 5 meter, tempat petugas pantai memonitor keamanan pengunjung, terutama yang sedang asyik berenang. Di beberapa spot, ombaknya lumayan besar dan tinggi, bisa dipergunakan untuk olahraga selancar. Kalau kitamah, ga usah aneh-aneh, mengingat kemampuan berenang setara dengan gaya batu, qiqiqiqi.

Sebelum berbasah ria, sempatkan dulu dunk foto-foto, mengabadikan moment di dalam sebuah gambar. Yang kelak satu saat akan membuat kami serasa melayang kembali ke saat ini, dengan menyunggingkan senyum bahagia sambil memutar memory indah di kepala. :)

Setelahnya, barulah, yang nyemplung ya nyemplung, yang duduk manis ya duduklah dengan tenang. 2 Jam kemudian, barulah mereka puas bermain air, lanjut deh mandi dan ganti baju, lalu mengisi perut yang udah main orkestra keroncong. Ada banyak sekali penjual makanan, jajanan, mainan, dan souvenir di pinggir pantai.



Sebelum kami meneruskan perjalanan ke utara, sempatkan dulu foto-foto serombongan. Eh sayang, masih aja ada yang keselip ga ikutan. Dan kamipun ga bisa menunggu, karena telat semenit aja pepotoan, basah kuyup kita, karena hujan keburu datang, qiqiqiqi.

Well, Red Island yang nyantol di hati, satu saat musti balik lagi, dan ga pas jam matahari tanpa diskon, biar aku bisa ikut nyemplung, juga pingin nyebrang ke Pulau Merah. Tekanan batin banget deh ga bsa menyatu dengan ombaknya, hiks hiks hiks. Seperti mimpi aja, karena kenyataannya ya memang aku cuma tidur beneran di kursi pantai, sambil nungguin barang-barang, qiqiqiqqi.

Dan saatnya kukatakan... "I'll be back" :D



*Tak lupa kuingatkan lagi, jaga attitude di manapun kau berada, jangan buang sampah sembarangan, jaga kebersihan, jaga ucapan kita, have a nice holiday, then. :)

Tuesday, March 29, 2016

Field Trip: Pantai Tanjung Papuma (Pasir Putih Malikan), Jember, Jawa Timur



Long weekend akhir Maret 2016 kali ini, alhamdulillaah, dikasih rizki sama Allaah bisa ngebolang bareng beberapa teman dan keluarga kecilnya (ada yang dari Semarang, Surabaya, Madiun, Malang, Lumajang, Jember). Total ada 12 orang dewasa dan 10 orang anak yang siap seseruan bareng di beberapa kota di Jawa Timur. :)


Perjalanan dimulai dari hari Jum'at pagi. Meeting point rombongan Semarang, Surabaya, dan Malang adalah rumah salah seorang kawan di Lumajang, sementara di Papuma, kami akan bertemu dengan rombongan Jember dan Madiun. Setelah istirahat, soljum, dan makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke arah Pantai Tanjung Papuma (PAsir PUtih MAlikan). Setelah menempuh sekitar 3 jam perjalanan, sampailah kami di TKP.

Jajaran pantai selatan Jawa adalah jajaran pantai terindah, terbaik dan terkeren, termasuk Papuma. Letaknya di Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, sekitar 45 km ke arah selatan kota Jember.


Setelah keluar dari jalan raya, kami langsung disambut oleh jalanan makadam, beberapa ruas jalan berbelok dan naik turun tajam, ngeri-ngeri sedap. Tenaaang, semua perasaan itu akan terbayar lunas setelah sampai di pantainya kok. (Tidak direkomendasikan kendaraan berupa bus besar).

Di sepanjang pantai, terhampar pasir putih yang bersih, cocok klu buat berjemur, atau gulung-gulung, qiqiqiqiq. Di sekitar pantai terdapat bukit dan hutan lindung dengan luas sekitar 50 ha, yang dikelola oleh Perhutani, itu sebabnya di beberapa sudut, masih terlihat monyet/ lutung/ kera liar bergelantungan bebas. :)

Selain pantai, ada beberapa batu/ pulau karang raksasa (oleh penduduk lokal disebut "atol-atol") yang berdiri di dekat pantai. Terdapat 7 karang besar yang jika dilihat dari sudut tertentu seperti berderet rapi. Karang itu punya nama lhoo, yaitu Pulau Narada, Pulau Nusa Barong (masih alami, indah, tak berpenghuni, langsung menghadap laut lepas, cocok bagi yang hobi memancing, tapi harus hati-hati, keselamatan nomor satu), Pulau Batara Guru, Pulau Kresna, Pulau Kajang dan Pulau Kodok (dinamai begitu, karena bentuknya seperti kodok raksasa yang selalu dihantam ombak, jadi seperti timbul tenggelam di lautan). 


Saat ombak pasang membuat pemandangan semakin indah bila kita melihatnya dibawah sitinggil karena kita melihat bongkahan karang yang diterjang ombak besar. Sebaliknya saat laut surut, kita bisa turun dan berdiri di atas batu karang. Tapi hati-hati yaa, karena tekstur batunya kasar, dan banyak sekali bulu babi yang ngumpet di celah-celah batu karangnya. Hiiiii, sereeemm klu sampe kena kaki.

Menurut legenda, Malikan adalah sebuah batu datar yang mirip kerang raksasa berjajar di sepanjang bentangan pantai yang menghadap ke barat. Batu Malikan konon merupakan tempat di mana Raden Mursada dan Mursaud (atau Marsudo dan Joko Samudera menurut versi cerita yang lain) memancing. Di atas batu itulah Marsudo atau Mursada tak sengaja memancing ikan ajaib Raja Mina yang kemudian ia lepaskan. Dan di situ pula kail Joko Samudera atau Mursaud tersangkut ular raksasa yang kemudian dibelah menjadi tiga bagian oleh Marsudo dengan cemeti pemberian Raja Mina. (Berhubung Papuma dan Watu Ulo bersebelahan, maka legendanyapun masih nyambung).

Fasilitas di pantai ini sudah lumayan lengkap, tiket masuk murah meriah, ada beberapa cottage yang disewakan (tarif bersahabat), camping ground, dan yang sudah pasti adalah penjual makanan, minuman, dan souvenir. Ada juga bangunan mirip kelenteng di satu sudut, sayangnya ga sempat kudekati, magnet dari bibir pantai sangat kuat soalnya, qiqiqiqi.


Semakin sore, terutama saat sunset, suasana semakin syahdu. Duduk di pasir pantai bersama kekasih halal dan juga keluarga tercinta, diiringi deburan ombak yang menghantam karang, angin semilir. Amboooiii, mau deh rasanya berlama-lama, sampai malem juga ayok. Sayangnya perjalanan masih panjang, ini baru destinasi pertama, masih ada beberapa lagi yang harus kami kunjungi.

Oya, sebelum kami melanjutkan perjalanan ke arah timur alias Banyuwangi, malemnya bobok syantik dulu di sebuah hotel yang lumayan enak, tarif bersahabat, cukup nyaman untuk istirahat, meskipun bukan hotel baru.
Hotel Safari. 
Jl. K.H. A. Dahlan 33 Jember 68137
Telp. 0331-481882 (3 lines)
Fax. 0331-481887
Email. safari_hotel82@yahoo.com

Anyway, bye bye Papuma, see u next time, beautiful beach ^_^